Harga Beras Kian Naik, Commodity Futures Contract Solusinya?


Pada 20 Februari 2024, harga beras mencatat rekor tertinggi dibanding sebelumnya. Fenomena ini pun segera memunculkan kekhawatiran darimasyarakat. Tidak berhenti di situ, bahkan pada 23 Februari 2023, kenaikan harga beras ini tercatat telah melebihi Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan pada Peraturan Badan Pangan Nasional Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2023.Adapun HET beras premium berada pada kisaran Rp10.900-Rp11.800 dan HET beras medium berada pada kisaran Rp13.900-Rp14.800. Akan tetapi, pada praktiknya, rata-rata HET beras di 38 provinsi Indonesia berada di angka Rp16.949 (Katadata, 2024).

Sebagaimana supply and demand theory, tingginya harga ini berhasilmenurunkan permintaan beras masyarakat. Hal inilah yang memicu kekhawatiran terkait kecukupan bahan pangan sehari-hari masyarakat ke depannya (BBC, 2024). Kendati harga yang tinggi ini, kondisi yang tak jauh berbeda ternyata turut dialami petani sebagai produsen. Petani pun ternyata tidak sepenuhnya diuntungkan menimbang biaya untuk menggarap sawah terlampau tinggi dan rantai pasok yang panjang (CNBC, 2023). Permasalahan fluktuasi harga ini sebenarnya bukanlah hal yang baru dalam sektor agraria Indonesia. Walaupun sektor agraria berkontribusi besar terhadap PDB dan penyerapan tenaga kerja, kesejahteraan petani masih dihadapkan dengan permasalahan ketidakstabilan harga pangan ini.

Commodity Futures Contract Solusinya?

Beberapa negara di dunia telah menggunakan instrumen kontrak berjangka komoditas atau commodity futures contract dalam menyelesaikan masalah fluktuasi harga pangan. Commodity futures contract adalah kontrak untuk membeli atau menjual komoditas tertentu pada harga tertentu pada waktu tertentu di masa depan (Titman, 2017). Kontrak berjangka ini dapat digunakan untuk mengunci harga komoditas pada nilai tertentu sehingga timbul kepastian harga.

Sebagai contoh, ketika pembeli memproyeksikan kenaikan harga beraspada tiga bulan ke depan, pembeli dapat membeli kontrak berjangka komoditas beras di bursa berjangka dengan jatuh tempo tiga bulan ke depan. Dengan demikian, ketika kontrak jatuh tempo dan harga naik dari harga kontrak, pembeli tetap dapat mencapai kepastian harga sesuai harga beli kontrak. Posisi ketika futures contract dibeli ini disebut long position. Kondisi yang sama juga dapat diterapkan oleh petani sebagai penjual futures contract di bursa. Posisi ketika futures contract dijual ini disebut short position.

Lebih lanjut, terdapat dua mekanisme pengendalian risiko oleh bursa berjangka sebagai berikut.

  1. Margin Berjangka. Bursa berjangka mengharuskan pihak-pihak untuk mengirimkan jaminan yang disebut dengan margin berjangka atau hanya margin. Jaminan ini digunakan untuk menjamin bahwa kedua belah pihak akan memenuhi kewajiban dalam kontrak itu.
  2. Marking to Market. Keuntungan atau kerugian harian dari kontrak berjangka akan ditransfer ke atau dari akun marginnya.

Best-Practice pada Negara-Negara di Dunia

Amerika Serikat merupakan salah satu negara yang telah menerapkancommodity futures contract pada sektor agrikulturnya. Amerika Serikat memiliki enam bursa berjangka untuk komoditas dan komoditas agraria. Dua bursa utamanya adalah Chicago Board of Trade (CBOT) dan Chicago Mercantile Exchange (CME). Kontrak berjangka yang diperdagangkan meliputi kontrak untuk tanaman jagung, gandum, kedelai, kapas, produk hewani (sapi hidup, sapi bakalan, babi hidup, perut babi, daging sapi tanpa tulang, dan susu), gula, jeruk, dan beras. Adanya bursa berjangka ini pun telah digunakan oleh 50.000 petani Amerika untuk meredam fluktuasi harga. Dengan demikian, petani dan pembeli sama-sama mendapatkan kepastian harga yang disetujui kedua belah pihak.Negara lainnya yang telah menerapkan kontrak ini pada sektor agrarianya adalah Jepang. Melalui Japan Exchange Group (JPX), kontrak berjangka komoditas agraria yang dijual meliputi kedelai, kacang merah, dan jagung.

Peluang Implementasi di Indonesia

Peluang implementasi kebijakan commodity futures contract di Indonesia dapat ditinjau dari potensi bursa berjangka dan potensi sektor agrarianya. Pertama, Indonesia telah memiliki bursa berjangka, yaitu Indonesia Commodity & Derivative Exchange (ICDX). Pengaturannya ditetapkan melalui UU Nomor 10 tahun 2011 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi. Saat ini, komoditas yang diperdagangkan meliputi emas, minyak mentah, forex, minyak kelapa sawit, dan timah. Dengan demikian, implementasi futures contract pada produk agraria terbuka lebar dengan telah tersedianya bursa berjangka.

Kendati demikian, kebijakan ini tetap memerlukan pertimbangan berbagai faktor sebelum diimplementasikan. Hasil penelitian Sobti (2021) menunjukkan beberapa hal yang mempengaruhi keberhasilan penerapan commodity futures contract pada sektor agraria. Faktor tersebut meliputi volatilitas harga yang mendasarinya, efektivitas hedging nilai kontrak berjangka, open interest, dan settlement logic.

Konklusi

Terlepas dari kontribusi besarnya pada perekonomian Indonesia, sektor agraria Indonesia masih dilanda problematika menahun, berupa ketidakpastian harga. Salah satu alternatif solusi terhadap permasalahan ini adalah penerapan commodity futures contract. Praktik kontrak berjangka ini berhasil diterapkan di Amerika Serikat dan Jepang dalam membantu meredam fluktuasi harga. Adanya ICDX di Indonesia membuka lebar peluang implementasi commodity futures contract pada produk agraria. Kendati demikian, kajian lebih lanjut masih diperlukan untuk menunjang keberhasilan implementasi kebijakan ini.